Tuesday 26 February 2019

[Untold Story] Berkenalan dengan "Tokoh Komik": Linlin!




Aku masih berada dalam historia karena memenangkan giveaway yang diadakan oleh akun Instagram @bukune, platform komik digital @ciayocomic dan juga penulisnya langsung, yaitu @azurabiru. Syaratnya gampang dan menyenangkan: mengisi balon kata-kata yang kosong. Mudah, ‘kan? Aku selalu suka mengisi balon kata-kata yang kosong.

Lalu, apa hubungannya dengan judul tulisan ini? Sebenta, sabar. Hehe. Selang satu hari setelah pengumuman pemenang yang berhak mendapatkan komik “Blue Serenade”, aku mendapatkan DM (direct message) dari seseorang yang memasang avatar bergambar gadis dengan warna utama ungu. Saat itu aku berpikir, ah mungkin hanya salah seorang wibu (sebutan untuk pecinta anime dan komik Jepang).


(punyaku yang menang hehe)

(punyanya Linlin)

Ia mengaku sebagai pemenang kedua giveaway tersebut dan mengatakan bahwa DM-nya belum dibaca oleh pihak @Bukune. Jadilah aku membantunya menghubungi admin karena DM-ku sehari sebelumnya sudah dibalas. Sudah, selesai sampai di situ. Ia mengucapkan terima kasih karena sudah mau membantunya. Awalnya, aku piker hubungan kami akan berhenti sampai situ seperti kenalanku sebelum-sebelumnya lewat dunia maya.

Namun, aku langsung tertarik ketika ia mengatakan bahwa saat ini ia tinggal di Jepang. Wah, kebetulan. Kebetulan karena beberapa waktu lalu aku mencoba melamar beasiswa ke Jepang sebanyak dua kali dan semuanya gagal. Hehe.

Dari situ kami pun saling bertukar cerita dari hal yang tidak penting sampai hal-hal yang entah bagaimana aku tanyakan padanya seperti, “Cita-citamu apa?”. Karena ia jauh lebih muda dariku, jadi aku mencoba bersikap seperti seorang “kakak” yang menanyakan tujuan hidup adiknya.

Saat itu, ia menjawab ingin menjadi penyanyi, tapi ia tidak bisa bernyanyi. Hmm, sama denganku. Aku bahkan tidak bisa bernyanyi dengan benar dan sering ditertawakan teman-teman saat karaoke. Ibaratnya, ngomong aja aku udah fals.

Aku sempat terhenyak ketika ia mengatakan bahwa ia deaf. Aku menimang-nimang sejenak untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa ia berkata yang sebenarnya. Bertanya-tanya dalam hati apakah aku sedang berada di dalam sebuah cerita komik. Aku hanya pernah mengenal tokoh dengan ciri-ciri fisik sepertinya di dalam komik, seperti "Koe no Katachi" dan ia cukup cantik untuk bisa menjadi salah satu tokohnya. Ketika kamu membaca ini, kamu tidak perlu ge-er, mengerti?

Ayahnya seringkali pulang larut pagi (karena sudah tidak termasuk malam lagi), sedangkan ia sendirian di dalam apartemennya selama ayahnya bekerja. Jadilah aku memutuskan menemaninya agar setidaknya ada “suara” berisik di handphone-nya yang berasal dariku. 

Jujur saja, aku tidak pernah memiliki teman sepertinya. Aku sempat dibuat khawatir ketika hari berikutnya ia mengirimkan DM bahwa ia sedang berada di luar, jalan-jalan katanya. Bagaimana jika ia tidak tahu jalan karena tidak mengerti tulisan di petunjuk arahnya? Ia baru saja berpindah ke Jepang dan tentu saja ia belum tahu banyak kanji beserta kunyomi onyomi-nya. Itu yang kupikirkan saat itu. Namun, aku akhirnya bisa bernapas lega ketika papanya menjemput karena memergokinya sedang berada di luar apartemen ketika melakukan video call.

Semakin lama aku mengenalnya, aku berkesimpulan bahwa ia adalah anak yang cerdas. Bagaimana tidak? Ia masuk SMA di umur 13 tahun dan di umurnya yang masih 15 tahun ia sudah membaca buku “Kebijakan Publik” yang tak sengaja kulihat di salah satu foto di feed Instagram miliknya, which is dulu ketika aku seumuran dengannya aku masih membaca novel romance menye-menye dan komik Detective Conan. Buku nonfiksi yang kubaca saat itu hanyalah buku paket pelajaran yang cukup. Cukup. Silakan diartikan sendiri. Hehe.

Aku senang ia tumbuh “dengan baik”. Ia bisa membaca buku berbahasa Inggris sedangkan aku sama sekali belum pernah. Masih berada dalam tahap ingin mencoba demi meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisku. Aku suka dengan orang cerdas dan pintar karena dari mereka aku bisa belajar banyak hal, bisa mendiskusikan sesuatu, bertukar pikiran, dan sebagainya.

Selain itu, ia biasa melontarkan jokes-jokes yang receh, tapi cukup menghibur. Tidak berbau SARA maupun seksual yang biasa dijadikan lelucon di sekitarku. Menambah kesan bahwa ia memang pintar.

Seringkali, ia akan berpura-pura ngambek ketika aku mengatakan bahwa ia terbilang cukup muda untuk membaca buku “Kebijakan Publik”. Ia mengancam akan membuang bukunya, tapi aku menyarankan agar ia membakarnya. Haha.

Ia seperti alarm pengingat agar aku jauh lebih mensyukuri hidup. Bahwa, manusia memang tidak dilahirkan sempurna. Justru karena ketidaksempurnaan itu, manusia bisa menjadi manusia “sempurna”. Allah seperti sedang berusaha terus memberiku tamparan dan pembelajaran hidup yang semakin lama terasa membuatku dewasa. Aku yang dulu di-bully karena wajahku dianggap jelek, aku menyadarinya bahwa yang mereka katakan tidak benar. Aku akan mulai menghargai diriku sendiri mulai sekarang karena dengan itulah aku juga bisa menghargai orang lain.

Dan, hei. Selamat datang di kehidupanku, Linlin! Aku menulis ini untukmu karena aku sangat senang berkenalan denganmu. Aku tidak tahu perkenalan kita bisa bertahan berapa lama, tapi aku pastikan aku akan belajar bahasa isyarat hingga ketika kita bertemu nanti, aku akan bisa mengerti apa yang ingin kamu katakan. Semoga hari itu akan benar-benar terjadi.




                                           

2 comments:

Postingan Terbaru

2+5=7

Bel, mungkin di hari ini tepat 25 tahun lalu, langit sedang cerah, hujan batal turun, dan awan enggan bergumul. Sebab, hari itu ada suara ta...

Postingan Populer