Aku pernah cerita nggak sih kalau
Surabaya itu tempat yang asing banget buat aku walaupun deket sama Malang?
Padahal jaraknya cuma satu setengah sampai dua jam, tapi entah kenapa berada di
kota ini sendirian, tanpa kenal siapa pun tuh bikin aku kalang kabut juga. Not
until I meet this sweet little girl.
Jadi guru ternyata engga segampang
yang kukira. Awal-awal kerja sebagai pengajar, aku merasa pekerjaan ini
benar-benar mengambil seluruh perhatian, tenaga, dan waktuku. Ketika di malam
hari aku pengin keluar jalan-jalan tanpa arah, yang kulihat cuma sorot lampu
jalan yang redup dan jalanan yang sunyi. Ada beberapa orang, tapi sama sekali
asing. Aku sering membatin dalam hati, “Please, someone be here for me.”
Awal pertemuannya gak terduga sih.
Waktu di kelas, tiba-tiba salah satu muridku nyeletuk, “Sensei tinggal di
Gembili juga ta?”
DEG!
Seketika apa yang kutakutkan
terjadi. Sejak kos di daerah itu, aku selalu berpikir, “Gimana kalau ada
muridku yang juga tinggal di sekitar sini dan memergokiku? Parahnya mungkin
sampai tahu gimana aku di luar kampus? Bobroknya aku?”
Aku berusaha memakai topeng di
kampus. Berusaha terlihat sebagaimana mestinya seorang pengajar. Namun, gadis ini sepertinya
memporak-porandakan rencanaku dengan satu pertanyaan itu.
Suatu pagi, ketika berangkat ke
kampus. Keesokan harinya, mataku terpaku pada seseorang berbaju dan berjilbab
biru duduk di depan sebuah rumah. Sosok yang walaupun dari belakang nampak
familiar.
Dan, ternyata benar. Itu muridku
yang waktu itu. That was the first time we walked together to the university
and that was fun. I was happy.
Gak cukup sampai di situ, ternyata
lagi-lagi jalan kami bersinggungan.
Suatu sore sepulang mengajar,
seseorang memanggilku dari belakang dengan riangnya, “Sensei!”
Waduh, dag dig dug der. Siapakah
gerangan?
Yups, ternyata benar. Gadis itu
lagi. Kali ini, tidak seperti biasanya, dia menggendong tas hitam kecilnya di
bagian depan tubuhnya sembari berjalan dan mengayunkan sebuah kantong plastik bening
berisikan geprek.
She looked so funny at that time.
Sejenak aku terpana. Bukan, bukan
karena bunga-bunga bermekaran dan mendadak ada lagu-lagu romantis jadi
backsound-nya. Bukan juga karena lututku gemetaran menatap sosoknya, tapi karena aku melihat “sisinya” yang lain. Kukira awalnya dia
gadis yang pemalu, pendiam, dan semua label feminim yang bisa dilekatkan pada
seorang perempuan. Kenyataannya ternyata bertentangan.
Okay, ada yang nanya namanya siapa?
Lho, aku belum sebutkan ya? Bilang tidak, ya?
Oke-oke jangan ngambek, namanya
Bella. Ah, waktu itu aku masih memanggilnya “Aulia”. Agak mengganjal sih memang
kalau memanggilnya “Au”, “Li”, atau “Lia”, agak engga cocok gitu. *eh
Dan, ternyata Tuhan benar-benar
mendengarkan keinginanku saat itu?
Ketika aku berjalan sendirian
menyusuri malam yang gelap dan sunyi, there IS someone I can be friends with.
Secepat itu Tuhan menjawab rengekanku malam itu.
Sejak mengenal gadis berjilbab yang
cantik ini, hari-hariku sudah engga sesunyi sebelumnya. Malamku engga lagi sekadar
suara lagu yang mengalun dari laptop atau chat-chat dari sosok yang raganya
terpaut puluhan kilometer dariku.
Gadis ini apa adanya. Dia engga
berusaha menutupi apa-apa dari dirinya. Dia terlihat sangat nyaman dengan
dirinya sendiri. Jujur, the more I learn about her, the more I find her
amazing. Dia engga merasa sungkan untuk makan dengan caranya sendiri. Gadis ini
sangat suka “krikit-krikit” tulang belulang. Ketika pertama kali aku
mengajaknya ke sebuah warung bebek enak dekat sini, aku melihat sosok “aslinya”
yang lain lagi. LOL.
She is just being herself. That’s
one of the reasons I am comfortable being with her. Segala macam obrolan bisa jadi
menarik kalau sama dia. Bahkan obrolan paling garing sekalipun. Engga semua obrolan nyambung sih, but everything is just perfectly fine? Walaupun aku ngomongin hal yang dia gak paham, walaupun dia ngomongin hal yang aku gak paham, every single day is like a brand new day? Ada saja tingkah konyolnya yang terus dipertontonkan setiap waktu.
Engga jarang ketika aku bersama gadis ini, kami jadi pusat perhatian. It's all because she is just effortlessly attractive, I guess? Dengan segala tingkah laku sirkusnya. I can understand why people stare at her. LMAO.
Dia juga bukan tipe neko-neko
(inu-inu (?)). Tingkahnya emang banyak sih, tetapi sama sekali engga
mengganggu. Justru sangat menghibur. Aku jadi seperti menemukan sebuah makhluk
asing yang datang dari suatu planet di luar angkasa. LOL.
Aku belum pernah punya teman
seperti dia. Tentu. We are all unique in our own way. I got it. But, she is
just different.
Engga kaget sih kalau dia banyak
yang dekatin. HP-nya bahkan dipenuhi dengan nama-nama penduduk putra bangsa. Kaum
adam mana sih yang engga akan kepincut sama dia? Duh, bukan bermaksud nyepik
sih. Ups, maaf rahasia bocor.
But, kalau aku aja yang perempuan
bisa merasa nyaman sama dia, sangat besar kemungkinan kaum adam juga kan? Hehe.
Aku tahu dia sekarang bilang “Nggak i jambret”. Pas baca ini. Nebak aja.
Kayaknya kalau aku ngomongin dia
engga bakal muat deh. Skripsi aja kalah bakalan. Soalnya dia memang semenyenangkan
itu untuk diomongin. Duh, bakal ada yang ge er nih.
Hubungan kami sejauh ini baik-baik
saja. Engga sih, bukan mulus-mulus aja. Banyak lika-likunya malah. Aku selalu
menemukan diriku bertanya-tanya, apa aku bakal bisa jadi teman yang baik ya
buat gadis ini? Dan apakah pertemanan kami ini akan baik-baik saja diterpa
huru-hara dari segala arah? I don’t know. Engga bisa memastikan sih. Semoga
saja.
I just want her to know that she is a precious human being. That, by her being there, someone can feel so content.
Keberadaannya membuat orang lain merasa bahagia. Dan kuharap, dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan dan kuharap engga ada suatu hal yang akan mengganggunya atau menghalanginya untuk dapetin yang dia inginkan.
Yang kutahu, semoga Tuhan
memberikan dia kebahagiaan yang dia inginkan. Because she deserves it. God
bless her. Always and forever. Aamiin.