Aku masih berada dalam historia karena
memenangkan giveaway yang diadakan oleh akun Instagram @bukune, platform komik
digital @ciayocomic dan juga penulisnya langsung, yaitu @azurabiru. Syaratnya
gampang dan menyenangkan: mengisi balon kata-kata yang kosong. Mudah, ‘kan? Aku
selalu suka mengisi balon kata-kata yang kosong.
Lalu, apa hubungannya dengan judul
tulisan ini? Sebenta, sabar. Hehe. Selang satu hari setelah pengumuman pemenang
yang berhak mendapatkan komik “Blue Serenade”, aku mendapatkan DM (direct message) dari seseorang yang
memasang avatar bergambar gadis dengan warna utama ungu. Saat itu aku berpikir,
ah mungkin hanya salah seorang wibu (sebutan untuk pecinta anime dan komik
Jepang).
(punyaku yang menang hehe)
(punyanya Linlin)
Ia mengaku sebagai pemenang kedua
giveaway tersebut dan mengatakan bahwa DM-nya belum dibaca oleh pihak @Bukune.
Jadilah aku membantunya menghubungi admin karena DM-ku sehari sebelumnya sudah dibalas. Sudah, selesai sampai di
situ. Ia mengucapkan terima kasih karena sudah mau membantunya. Awalnya, aku piker
hubungan kami akan berhenti sampai situ seperti kenalanku sebelum-sebelumnya
lewat dunia maya.
Namun, aku langsung tertarik ketika
ia mengatakan bahwa saat ini ia tinggal di Jepang. Wah, kebetulan. Kebetulan
karena beberapa waktu lalu aku mencoba melamar beasiswa ke Jepang sebanyak dua
kali dan semuanya gagal. Hehe.
Dari situ kami pun saling bertukar
cerita dari hal yang tidak penting sampai hal-hal yang entah bagaimana aku tanyakan
padanya seperti, “Cita-citamu apa?”. Karena ia jauh lebih muda dariku, jadi aku
mencoba bersikap seperti seorang “kakak” yang menanyakan tujuan hidup adiknya.
Saat itu, ia menjawab ingin menjadi
penyanyi, tapi ia tidak bisa bernyanyi. Hmm, sama denganku. Aku bahkan tidak
bisa bernyanyi dengan benar dan sering ditertawakan teman-teman saat karaoke.
Ibaratnya, ngomong aja aku udah fals.
Aku sempat terhenyak ketika ia
mengatakan bahwa ia deaf. Aku
menimang-nimang sejenak untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa ia berkata yang sebenarnya.
Bertanya-tanya dalam hati apakah aku sedang berada di dalam sebuah cerita
komik. Aku hanya pernah mengenal tokoh dengan ciri-ciri fisik sepertinya di
dalam komik, seperti "Koe no Katachi" dan ia cukup cantik untuk bisa menjadi salah satu tokohnya. Ketika kamu membaca ini, kamu tidak perlu ge-er,
mengerti?
Ayahnya seringkali pulang larut pagi
(karena sudah tidak termasuk malam lagi), sedangkan ia sendirian di dalam apartemennya
selama ayahnya bekerja. Jadilah aku memutuskan menemaninya agar setidaknya ada “suara”
berisik di handphone-nya yang berasal
dariku.
Jujur saja, aku tidak pernah memiliki
teman sepertinya. Aku sempat dibuat khawatir ketika hari berikutnya ia
mengirimkan DM bahwa ia sedang berada
di luar, jalan-jalan katanya. Bagaimana jika ia tidak tahu jalan karena tidak
mengerti tulisan di petunjuk arahnya? Ia baru saja berpindah ke Jepang dan
tentu saja ia belum tahu banyak kanji beserta kunyomi onyomi-nya. Itu yang kupikirkan saat itu. Namun, aku akhirnya
bisa bernapas lega ketika papanya menjemput karena memergokinya sedang berada
di luar apartemen ketika melakukan video
call.
Semakin lama aku mengenalnya, aku
berkesimpulan bahwa ia adalah anak yang cerdas. Bagaimana tidak? Ia masuk SMA
di umur 13 tahun dan di umurnya yang masih 15 tahun ia sudah membaca buku “Kebijakan
Publik” yang tak sengaja kulihat di salah satu foto di feed Instagram miliknya, which
is dulu ketika aku seumuran dengannya aku masih membaca novel romance menye-menye dan komik Detective
Conan. Buku nonfiksi yang kubaca saat itu hanyalah buku paket pelajaran yang
cukup. Cukup. Silakan diartikan sendiri. Hehe.
Aku senang ia tumbuh “dengan baik”.
Ia bisa membaca buku berbahasa Inggris sedangkan aku sama sekali belum pernah.
Masih berada dalam tahap ingin mencoba demi meningkatkan kemampuan berbahasa
Inggrisku. Aku suka dengan orang cerdas dan pintar karena dari mereka aku bisa belajar
banyak hal, bisa mendiskusikan sesuatu, bertukar pikiran, dan sebagainya.
Selain itu, ia biasa melontarkan jokes-jokes yang receh, tapi cukup
menghibur. Tidak berbau SARA maupun seksual yang biasa dijadikan lelucon di
sekitarku. Menambah kesan bahwa ia memang pintar.
Seringkali, ia akan berpura-pura ngambek ketika aku mengatakan bahwa ia terbilang
cukup muda untuk membaca buku “Kebijakan Publik”. Ia mengancam akan membuang
bukunya, tapi aku menyarankan agar ia membakarnya. Haha.
Ia seperti alarm pengingat agar aku jauh
lebih mensyukuri hidup. Bahwa, manusia memang tidak dilahirkan sempurna. Justru
karena ketidaksempurnaan itu, manusia bisa menjadi manusia “sempurna”. Allah
seperti sedang berusaha terus memberiku tamparan dan pembelajaran hidup yang
semakin lama terasa membuatku dewasa. Aku yang dulu di-bully karena wajahku dianggap jelek, aku menyadarinya bahwa yang mereka katakan tidak benar. Aku akan mulai
menghargai diriku sendiri mulai sekarang karena dengan itulah aku juga bisa
menghargai orang lain.
Dan, hei. Selamat datang di kehidupanku,
Linlin! Aku menulis ini untukmu karena aku sangat senang berkenalan denganmu. Aku tidak tahu perkenalan kita bisa
bertahan berapa lama, tapi aku pastikan aku akan belajar bahasa isyarat hingga
ketika kita bertemu nanti,
aku akan bisa mengerti apa yang ingin kamu katakan. Semoga hari itu akan
benar-benar terjadi.
Nangis aku bacanya
ReplyDeletetak kirain ge er hehe
Delete